Perbankan Syariah Baitul Maal wa Tamwil

syariah

Sistem keuangan syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang baik didalam perkembangan Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Tahun 1992 berdiri Bank Muamalat kemudian tahun 1994 disusul berdirinya Asuransi Syariah TAKAFUL, dan dapat dikatakan bahwa dua lembaga keuangan inilah yang menjadi pionir tumbuhnya bisnis Syariah di Indonesia. Istilah yang sulit bila dibandingkan dengan lembaga keuangan konvesional belum lagi pengusaan pasar yang kuat, membuat pionir ini ragu dalam pelaksanaan bisnis berbasis syariah ini. Tahun 1997 saat krisi moneter melanda Indonesia membuka jalan untuk menujukkan kekuatan Bank Muamalat untuk bisa bertahan dan selamat dari krisis. Karena dalam operasionalnya Bank Muamalat tidak tergantung dengan bunga dan menyebabkan kesengearan yang panjang. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa sistem ekonomi islam dapat memberikan kesejahteraan dan keadilan.

Sekarang ini, banyak Lembaga Keuangan Syariah yang bersifat komersial dan nirlaba berkembang di Indonesia. Diantara Lembaga Keuangan Syariah komersial: Pegadaian Syariah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, dan Obligasi Syariah. Sedangkan Lembaga Keuangan Syariah nirlaba: Organisasi Pengelola Zakat (Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat) dan BMT.

Perkembangan ini tidak lepasa dari dorongan IAI dan Bank Indonesia (BI)  yang merumuskan berbagai peraturan Standar Akuntansi dan Auditing. Maka diwujudkanlah dengan disusunnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang juga berisi rumusan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah (KDPPLKS) pada tahun 2002 serta Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPS) di tahun 2003.

Ternyata PSAK Nomor 59 mempunyai ruang lingkup yang terbatas hanya untuk industry Perbankan Syariah. Maka pada tahun 2006 IAI mulai berinisiatif untuk melakukan revisi terhadap PSAK tersebut dengan PSAK Syariah. Tujuannya adalah untuk memperluas ruang lingkup pemberlakuan Standar Akuntansi Keuangan yaitu semua entitas baik konvesional maupun syariah baik yang bersifat komersial maupun nirlaba dapat menerapkan Transaksi Syariah pada kegiatan operasionalnya. Adanya PSAK Syariah 2007 diharapkan seluruh Lembaga Keuangan Syariah dapat mengadopsi meskipun belum seluruh Transaksi Syariah diatur.

KONSEP BAITUL MAAL wa TAMWIL

Kalangan masyarakat Indonesia lebih mengenal sebutan “BMT” sebagai “Bank Mikro Syariah” yang beroperasi di lingkungan masyarakat di pasar, kawasan pedesaan, pinggiran kota atau yang berkantor di masjid. Sebenarnya, Baitul Maal wa Tamwil adalah konsep Industri Perbankan Syariah yang menekankan adanya konsentrasi usaha perbankan yang tidak hanya mengelola unit bisnis saja, namun juga mengelola unit social yang memiliki fungsi intermediary unit antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.

Aziz, Amin (2004:1) menjelaskan tentang konsepsi Baitul Maal wa Tamwil sebagai lembaga keuangan yang didirikan dengan landasan ekonomi yang salaam: keselamatan (berinitikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.

Dalam perkembangannya di Indonesia Baitul Maal akhirnya dikembangkan melalui Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). Dikarenakan praktik Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah tepatnya fungsi Baitul Maal belum berfungsi dengan baik. Selain itu perlu bersaing dengan lembaga keuangan konvesional  yang lebih dulu berkembang di Indonesia.

Di Indonesia, kegiatan Baitut Tamwil bisa dijalankan oleh Industri Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Pada prinsipnya memiliki kesamaan dengan konsep operasional dan berbeda pada bentuk badan hukum dan konsekuensinya.Industri Perbankan Syariah diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang untuk mengatur dan melaksanakan fungsi pengawasan bagi perbankan nasional baik yang menjalankan kegiatan secara konvesional maupun berdasarkan prinsip syariah. Pemerintah mengeluarkan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah menurut UU ini merupakan Bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan lembaga keuangan yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip syariah namun bukan bak. Contohnya, BMT dan Koperasi Syrariah. Saat ini telah berkembang, BMT dengan badan hukum koperasi karena Kementrian Koperasi dan UKM telah mengeluarkan SK Menteri Koperasi dan UKM Nomor: 91/Kep/M.UKM/IX/2004 tentang petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Sumber dana yang diperoleh Perbankan Syariah dan LKMS antara lain:

Wadiah; Dari sisi teknik operasional, wadiah diartikan sebagai titipan murni dari suatu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hokum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja dikehendaki oleh pihak yang menitipkan barang (Sudarsono, 2003:75). Dalam praktiknya terdapat dua jenis titipan (Wadiah) yaitu:Wadiah Yad AmanahAkad titipan dimana pihak yang menitipkan barang tidak memperkenankan pihak yang dititipi barang untuk menggunakan barang yang dititipkan.

Wadiah Yad Dhamanah

Akad titipan dimana pihak yang menitipkan barang memberikan kewenangan dan kesempatan keoada pihak yang dititipi barang untuk menggunakan barang atau dana yang dititipkan untuk tujuan tertentu yang menguntungkan dengan batasan pada saat pihak yang menitipkan barang atau dana  membutuhkannya,  maka pihak yang dititipi harus bisa menyerahkan secara utuh. yang terdiri dari:

  • Mudharabah

Akad kerjasama antara Shahibul Maal dan Mudharib (Perbankan Syariah/LKMS) dimana Shahibul Maal sepenuhnya menanggung modal usah dan Mudharib sepenuhnya mengelola dana dengan porsi bagi hasil (nisbah) yang disepakati diawal akad. Nisbah yang disepakti tidak dalam bentuk nominal namun dalam bentuk persentase, bisa dengan model pembagian hasil usaha Revenue Sharing atau Profit/Loss Sharing. Terdapat dua jenis akad Mudharabah yang digunakan yaitu:

Mudharabah Muqayyadah (Investasi Terikat): Akad investasi dimana pihak Shahibul Maal memberikan batasan kepada Mudharib dalam menginvestasikan dananya ke sektor yang ditentukan oleh Shahibul Maal. Dan Mudharib hanya sebagai perantara/agen investasi yang mendapatkan bagian atas jasanya.

Mudharabah Mutlaqah (Investasi Tidak Terikat): Akad investasi dimana pihak Shahibul Maal tidak memberikan batasan kepada Mudharib dalam menginvestasikan dananya. Mudharib berhak untuk menggunakan dana Shahibul Maal untuk membiyai investasi yang dianggap menguntungkan sesuai dengan prinsip syariah.

Selain sumber dana yang diperoleh dengan Akad Wadiah dan Mudharabah, terdapat perbedaan sumber dana yang diperoleh Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yaitu:

  • Perbankan Syariah yang memiliki badan hukum Perseroan Terbatas (PT) akan memasukkan dana dalam bentuk modal dari para pemegang saham.
  • LKMS semacam MBT yang sebagian besar memiliki badan hukum koperasi yang memiliki sumber dana lain yaitu berupa modal pendiri maupun modal penyertaan.Tiga konsep pembiayaan sesuai akad transaksi berbasis syariah:

Prinsip Bagi Hasil

  1. Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama permodalan usaha dimana Koperasi sebagai pemilik modal (Shahibul Maal) menyetorkan modalnya kepada anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya sebagai pengusaha (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha sesuai dengan  akad dengan pembagian keuntungan dibagi bersama dengan kesepakatan (nisbah), dan apabila rugi ditanggung pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian penerima pembiayaan.
  2. Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama permodalan usaha antara koperasi dengan satu pihak atau beberapa pihak sebagai pemilik modal pada usaha tertentu, untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai kesepakatan para pihak, sedangkan kerugian ditanggung secara proposional sesuai dengan kontribusi modal.Dari kedua pembiayaan dengan pola bagi hasil, Perbankan Syariah dan LKMS akan mendapat pendapatan berupa bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakti.

Prinsip Jual Beli

Prinsip jual beli yang dilakukan oleh Perbankan Syariah dan LKMS diimplementasikan  kedalam 3 bentuk pembiayaan yaitu (1) Pembiayaan MUdharabah, (2)Pembiayaan Salaam, dan (3)Pembiayaan Istishna. Sudarsono (2003). Dari ketiga pembiyaan dengan model jual beli ini, Perbankan Syariah/LKMS akan memperoleh pendapatan berupa margin atau keuntungan.

Prinsip Sewa (Ujroh)

Prinsip sewa yang dilakukan oleh Perbankan Syariah/LKMS diimplementasikan ke dalam 2 bentuk produk yaitu: (1)IJarah, dan (2)Ijarah Muntahiyah Bittamlik. Sudarsono (2003) menjelaskan bahwa Ijarah adaah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan. Oleh karena itu Perbankan Syariah/LKMS akan memperoleh pendapatan sewa dengan menyewakan barangnya kepada nasabah.

Ijarah Muntahiyah Bittamlik merupakan proses sewa seperti akad Ijarah dengan diikuti opsi beli bagi nasabah setelah akad sewaselesai dilaksanakan. Dengan proses penjualan diakhir masa sewa, Perbankan Syariah/LKMS dimungkinkan akan mendapatkan keuntungan dari proses jual beli tersebut.

Tinggalkan komentar