Andri
Most of the people who had fallen in love told me that falling in love was a wonderful feeling.
Kau akan bisa merasakan kupu-kupu sedang menari di dalam perutmu, rasa yang menggelitik setiap kau melihatnya. Merasakan bahwa hidupku begitu sempurna saat dia tersenyum kepadamu. Sayangnya aku berbeda pendapat dengan mereka semua yang mengatakan hal tersebut. Falling in love hurts. A lot. Apalagi di saat dirimu merasakan cinta tidak berbalas dari sahabat terbaikmu selama 16 tahun. Tentu saja, saat aku melihatnya, aku merasakan diriku penuh. Ketika dia tersenyum padaku, duniaku terasa begitu ringan. But love hurts. Aku telah mencintai Lyna selama 14 tahun. Cinta yang tidak terbalas. Aku tidak pernah berpikir untuk mengungkapkan perasaan cintaku ini kepadanya. Aku tidak mau menjadi orang egois. Aku hanya ingin memastikan bahwa Lyna tetap berada di sisiku, dan aku aku membenci diriku sendiri jika aku tidak bisa menjaganya. Sure, it hurts a lot saat Lyna hanya akan menganggapku sebatas teman terbaiknya. Itu sangat menyakitkan, kadang sesekali membuatku sesak nafas dan ingin menangis meruntuki kisah cintaku ini. But it’s a fire I started. Aku harus menjaganya sampai akhir.
Aku sedang dalam perjalanan ke rumah Lyna. Dia meneleponku, mengundangku untuk ke rumahnya. Seperti yang dia katakana aka nada sesuatu yang ingin diceritakan gadis ini. Aku memakai jaket abu-abu kesuakaanku karena itulah hadiah terakhir dari Lyna di ulang tahunku ke 18, diatas kaos putih polos dan celana putih yang biasa aku pakai bermain ke rumahnya. I needed to look my best.
Saat aku tiba di rumah Lyna, kakak perempuannya yang bernama Lyla membukakan pintu dan menyapaku. “Kau pasti dapat panggilan dari Lyna. Kau langsung saja ke kamarnya, dia menunggumu.”
Aku tersenyum kepadanya dan tidak lupa menyerahkan cindera mata yang selalu aku berikan ke Lyla. “Éclair kesukaan kakak.”
“Thank you Andri!” Aku memberikan bungkusan tersebut lalu segera menuju kamar Lyna di lantai dua. Aku mengetuk pintu kamarnya pelan dan tidak lama pintu terbuka. Menunjukkan sosok gadis yang sangat aku cintai berdiri sambil tersenyum manis kepadaku seperti sapaan. Dia terlihat cantik dengan light-blue dress nya bernuansa pilkadot serta rambut panjang yang dikuncir ke belakang.
“Kenapa lama sih Ndri? Lo lagi sibuk ya?” Tanya Lyna yang kini pipinya menggembung karena sebal. Entah mengapa aku selalu ingin mencubit dua sisi pipinya dan mencium bekas cubitanku itu.
“Nggak sibuk non tapi lagi banyak kerjaan. Nyokap bikin kue di rumah dan sebagai anak baik gue mungkin dong ga bantuin,” aku mencubit pipi Lyna tanpa memberikan ciuman seperti apa yang kuinginkan.
Lyna langsung membebaskan diri sambil memegang kedua pipinya, dia kembali menggerutu da itu membuat hari ini makin menyenangkan bisa melihatnya dan mendengar makiannya. Aku mecari tempat yang nyaman untuk mendengarkan cerita gadis ini.
“Andri…”
“Ya.” Aku menatap Lyna yang sekarang malah terdiam dan terlihat gadis ini seperti ragu-ragu untuk bercerita kepadaku, padahal biasanya Lyna langsung memulai ceritanya setelah aku duduk di dekatnya.
“Gue rasa… gue jatuh cinta.”
{bersambung}